Pelatihan Penelitian Fiqih

Institut Islam Nahdlatul Ulama (INISNU) Jepara

Tahun 2010”

Dasar Pemikiran

Fiqih merupakan bagian dari entitas kehidupaan di dunia islam dan menjadi salah satu subyek dalam pengkajian islam, baik di Indonesia maupun pada umumnya. Fiqih dikembangkan sebagai bidang ilmu dan keahlian, khususnya pada fakultas syariah. Oleh karena itu, fiqih dituntut untuk dikembangkan, agar bidang ilmu itu memiliki makna, bagi pengembangan ilmu dan pengembangan keahlian dan dapat dimanfaaatkan bagi pengembangan kehidupaan manusia. Fiqih adalah hasil kajian atau pemahaman para faqih (fuqaha’) ttg hal-hal yang terkait dengan perbuatan orang-orang mukallaf, diambil dari dalil-dalil syar’i (Alqur’an dan al-Sunnah) yang rinci.

Pada dasarnya, Alqur’an dan al-Sunnah adalah panduan hidup dan kehidupan manusia yang hidup secara nyata dan di alam nyata. Karena fiqh adl membahas persoalan hukum terkait dengan perbuatan mukallaf, maka di dalam memformulasikannya, tidak bisa dilepaskan dengan dunia nyata atau dalam bahasa lain, kajian lapangan.

Dalam mozaik keilmuan islam, makin ramai kini telah hadir ilmu-ilmu yang merupakan pengembangan dari ilmu awal yaitu ilmu fiqih. Ilmu ini termasuk ilmu terapan yang memiliki kaitannya masalah ibadah karena banyak memberikan pemahaman soal tata cara yang dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW melalui ulama terdahulu. Oleh karena itu, dapat dimaklumi apabila dalam kehidupan umat islam fiqih menjadi rujukan utama dalam beramal. Dengan perkataan lain umat islam menempatkan fiqih sebagai sentral ajaran islam.

Para ulama terdahulu – terutama para Ulama Madzhab – biasa melakukan kajian lapangan atau uji empirik (tajribah) atau istiqra’iy (meminjam al-Syathiby) sebelum menetapkan hukum. Fiqh adl hasil ijtihad atau istinbath manusia (faqih/fuqaha’). Kebenarannya nisby atau relatif, tidak mutlak/absolut. Karena nisby atau relatif, ia tidak mengikat, berbeda dg syariah yg kebenarnanya mutlak, maka ia mengikat. Fiqh membahas persoalan yang riil, berbeda dg syariah yang ideal. Karena fiqh adl hasil kajian para faqih/fuqaha’ yang beragam tempat dan waktunya, maka hasilnya juga beragam, tidak tunggal.

Fiqh dapat berubah sesuai dengan perubahan ruang dan waktu. Ibn al-Qayyim al-Jauziyah menyatakan “لا ينكر تغير الأحكام بتغير الأزمنة والامكنة artinya “tidak dipungkiri perubahan hukum karena perubahan zaman dan tempat”.

Sering dijumpai dlm praktik pelaksanaan hukum, antara keputusan dan penerapannya di lapangan sangat berbeda. Praktik Umar ibn al-Khaththab dlm eksekusi hukuman potong tangan, pembagian zakat kpd mustahiq muallaf, dll. Dari sini pula muncul manhaj ijtihad yg berbeda yg dirumuskan oleh para ulama mujtahid, spt: qiyas, mashlahat mursalah, istihsan, sadd/fath al-dzari’ah, istishhab al-ashl (baraah al-ashliyah), dll.

Untuk mengetahui seberapa fiqh sebagai hasil kajian atau penelitian ulama efektif, diterima, dan diimplementasikan dlm masyarakat, tentu perlu dilihat, diteliti, dan dikaji di lapangan.

Karena itu dalam kajian hukum Islam (baca fiqh) terdapat kajian: 1). Normatif –yuridis atau yuridis normatif; 2). Sosiologis-historis atau histori-sosiologis.

Dalam kajian yuridis-normatif menggunakan metode deduktif, yang ingin melihat secara nyata apakah formulasi hukum yang terdapat dalam teks normatif dapat dipraktikkan dalam kehidupan nyata masyarakat.

Sementara dlm kajian historis-sosiologis, fenomena atau gejala yang diteliti adalah kenyataan praksis dlm masyarakat. Metode yg digunakan adl induktif (istiqra’i).

Metode qiyas (analogi) berbasis lapangan, karena kerja metode ini adl menganalogikan kasus yg terjadi di masy kepada suatu causa hukum yg sudah ada ketentuan hukumnya dlm nash (al-Qur’an maupun al-Sunnah).

Dalam bahasa Ulama NU “diturunkan” menjadi ilhaq al-masail bi nadhairiha(إلحاق المسـائل بنظائرها). Disebut al-masail, karena memang permasalahan tersebut terjadi di lapangan.

Ijma’ lebih tegas lagi. Ijma’ merupakan kesepakatan kaum Muslim atas suatu hal, yang tidak mungkin mereka bersepakat dalam kesesatan. Bahkan Imam al-Syafi’I menegaskan, kesepakatan tersebut dicapai dengan tidak ada seorang pun yang berbeda pendapat. Memang agak sulit dicapai, ijma’ semacam ini, apalagi dlm kehidupan nyata sekarang ini. Meskipun di satu sisi, imam Syafi’I dalam menetapkan hukum juga karena atas dasar penelitian lapangan, seperti: batas maksimal kandungan adalah didasarkan pada kebiasaan suatu kaum di pedalaman Madinah.

Metode al-mashlahat al-mursalah ini muncul karena tuntutan riil lapangan. Secara tegas, formulasi metode ini karena memang terlepas dari cakupan nash, karena itu disebut al-mursalah.

Definisi al-mashlahat al-mursalah adalah formulasi hukum yg tidak jelas ada pengaturan atau penolakannya dlm Al-Qur’an atau Al-Sunnah, tetapi diduga kuat (ghalabah al-dhann) akan menghasilkan kemashlahatan bagi umat manusia.

Istihsan muncul juga karena lapangan, Istihsan adalah berpaling dari qiyas jaly mengambil qiyas khafy, karena ada kemashlahatan yang lebih besar (kuat), atau berpaling dari hukum kully mengambil hukum juz’iy karena kemashlahatan yang lebih besar.

Metode dzariah ini adalah tindakan preventif jangan sampai seseorang terjebak dalam tindakan yang mendatangkan madharat. Karena itu tindakan perantara yang diduga kuat akan menimbulkan kemadharatan adalah dilarang. Sebaliknya tindakan perantara yang diduga kuat akan melahirkan kemashlahatan, maka tindakan tersebut menjadi wajib.

‘Urf atau ‘Adat adl metode sekaligus substansi hukum. Banyak kaidah sangat populer dan mewarnai praktik kehidupan sehari-hari masyarakat. Kebiasaan masyarakat dapat ditetapkan menjadi hukum, atau menetapkan hukum dengan kebiasaan seperti menetapkan hukum dengan syara’.

Konsep nasakh Abdullah Ahmad al-Na’im ayat-ayat madaniyah oleh ayat-ayat makkiyah selain karena pemahaman “barat” juga karena tuntutan riil masyarakat telah mengarah kepada konsep equality/aquity.

Teori gerak (nadhariyah al-harakah) Iqbal dan double movement Fazlur Rahman juga karena didasari oleh persoalan di lapangan. Fiqh atau hukum Islam lahir krn ingin menjawab berbagai persoalan dlm masyarakat. Karena itu penelitian lapangan merupakan suatu keniscayaan untuk melihat law in action, sekaligus law as a tool of social engineering. Kaidah al-Islam shalih li kulli zaman wa makan membutuhkan penafsiran dan kajian yang matang.

Karena itu diperlukan perangkat ilmu bantu, yakni sosiologi hukum. Atau dalam bahasa Pak Atho’ Mudzhar “sejarah sosial hukum Islam”. Memang dlm hal ini, dituntut kehati-hatian, ketika seorang peneliti dihadapkan pada kenyataan lapangan yang bertentangan dengan ketentuan ayat Al-Qur’an dan al-Sunnah, agar tidak terjebak pada kesalahan akademik.

Para pakar hukum mendefinisikan hukum syariah islam, fiqih, dan ilmu fiqih diantaranya : Asaf Fyzee (1964: 22-31) menyatakan bahwa syariah dapat diartikan dalam bahasa inggris sebagai cenon law of islam, yakni keseluruhan perintah Allah. Sedangkan fiqih yakni pengetahuan tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban seseorang sebagaimana diketahui dalam Al-qur’an dan sunnah, atau apa-apa yang telah disepakati oleh ulama fiqih.

Sementara itu Abdul Ati (1984:16-17) hukum islam mempunyai fungsi ganda yaitu fungsi syariah dan fiqih. Berkenaan dengan pandangan para pakar tadi, fiqih diidentifikasikan sebagai salah satu dimensi hukum islam. Meliputi berbagai dimensi mulai dari abstrak sampai yang konkrit, meliputi dimensi syariah, fiqih, qannun dan amal. Dari pandangan diatas dapat ditarik berbagai hal :

· Hukum islam merupakan satu kesatuan sistem

· Dalam struktural hukum islam terdapat berbagai dimensi

· Relasi antar berbagai dimensi menunjukan pola hubungan yang rumit (sulit dipilah secara dikotomis)

Begitu juga fiqih memiliki dua dimensi ruang :

1. fiqih sebagai bagian dari unsur normative dalm entitas kehidupan..

2. Fiqih sebagai ilmu merupakan seperangkat cara kerja sebagai bentuk praktis dari cara berfikir

Dimensi hukum islam yang dekat dengan umat islam maupun komunitas ilmiah adalah dimensi ilmu fiqih, karena mencakup wilayah kehidupan mulai dari thaharah sampai jihad. Pada wilayah penelitian fiqih memiliki dua sifat dasar bentuk fiqih dan substansi fiqih. Dalam substansi fiqih (ibadah) meliputi : sholat, puasa, zakat, haji dan an lain-lain.

Disamping itu, untuk keperluan penyusunan dan perumusan model penelitian fiqih dapat ditambahkan model penelitian substansi fiqih secara khusus. Model penelitian fiqih yang dimaksud adalah :

1. Model penelitian dalil fiqih

2. Model penelitian kaidah fiqih

3. Model penelitian ulama fiqih

4. Model penelitian ulama fuqaha

5. Model penelitian mazhab fiqih

6. Model penelitian kitab fiqih

7. Model penelitian substansi Fiqih

8. Model penelitian pengajaran fiqih

9. Model penelitian institusional fiqih

10. Model penelitian fiqih dan pola prilaku

11. Model penelitian masalah fiqih

12. Model penelitian transformasi fiqih

13. Model penelitian KHI

14. Model penelitian perkembangan fiqih

15. Model penelitian rujukan prilaku

Wilayah penelitian ibadah dan munakahat baik dalam teks maupun konteks memiliki proporsi yang sangat besar karena kedua substansi itu berkenaan dengan pranata (institusi) tertua, setua kehidupan manusia dalam pergaulan kehidupan mereka.

Secara garis besar penelitian fiqih merupakan bagian dari pengkajian islam (Islamic studies). Atas dasar itu maka perlu disusun model penelitian fiqih yang terdiri dari :

  1. Fokus penelitian
  2. Tujuan dan kegunaan penelitian
  3. Pendekatan penelitian
  4. Metodologi
  5. Fokus penelitian merupakan wujud spesifikasi yang tercangkup dalam wilayah, keempat model itu saling berhubungan sehingga menampakkan pola hubungan yang simultan. Sehingga menjadi kompleks fokus yang tercangkup dalam wilayah penelitian fiqih. Secara garis besar fokus penelitian fiqih terdiri dari teks dan konteks. Wujud teks tersimpan dalam berbagai dokumen, yakni kitab-kitab dan media lainnya. Sedangkan wujud konteks merupakan dari bagian dari entitas manusia yang bersifat dinamis dan beragam. Kontinuitas konteks teks dan teks konteks telah berlansung lama dan menembus batas-batas komunitas dan kebudayaan. Menurut Waar den Burg (1998:2-3) kedua aspek itu (teks-konteks) dibagi menjadi lingkup (scope) pengkajian :

1. Pengkajian teks (normatif) yang biasanya dilakukan oleh muslim untuk memperoleh kebenaran agama

2. Pengkajian non normative, biasanya dilakukan pada lingkungan perguruan tinggi baik oleh muslim dan non muslim

3. Pengkajian non normative yang tidak menggunakan perspektif study islam.

Kemudian gambaran pendekatan pada penelitian fiqih mewujudkan beberapa hal diantaranya :

  • Dalam penelitian fiqih dapat digunakan beragam pendekatan baik tunggal maupun campuran.
  • Penelitian fiqih digunakan jasa ilmu-ilmu social, ilmu psikologi.

Pada pendekatan antropologis misalnya, digunakan untuk memahami tradisi dan mata rantai intelektual yang berkembang pada lingkungan budaya atau peradaban. Sedangkan pendekatan sosiologis dapat digunakan untuk menjelaskan stuktural social ketika ulama memproduk pemikirannya.

Ketika penelitian dianggap suatu kegiatan, maka ia dilakukan secara bertahap. Hal ini menunjukan bahwa penelitian tentang suatu fokus dan wilayah penelitian tak pernah berhenti. Secara garis besar tahapan kegiatan penelitian meliputi :

  1. Perencanaan penelitian
  2. Pelaksanaan penelitian
  3. Laporan penelitian
  4. Komunikasi hasil penelitian

Sementara itu, untuk mengarahkan pelaksanakan penelitian memerlukan kerangka berfikir yang selanjutnyan menjadi kerangka analistis. Kerangka berfikir itu dapat berupa kerangka teori yang didasarkan pada tinjauan pustaka. Isi dari tinjauan pustaka dan kerangka berfikir merupakan pendekatan wujud operasional dari pendekatan penelitian, sama halnya pada metode atau cara penelitian fiqih. Dalam rencana penelitian itu mencangkup beberapa unsure: judul penelitian, latar belakang penelitian, perumusan fokus atau masalah penelitian, tujuuan dan kegunaan penelitian, tujuan pustaka, kerangka berfikir, hipotesa (apabila diperlukan), penentuan metode penelitian, penentuan dan pemilihan sumber data dan penentuan cara pengumpulan data serta analisa data. Walaupun penelitian fiqih sesuai dengan metodeloginya, tak dipungkiri kritik dan modifikasi harus dikembangkan agar wacana penelitian dilakukan secara dinamis.